Senin, 15 November 2010


Teknologi Pembersih Laut Asli Indonesia



JAKARTA, KOMPAS.com -Tim peneliti Indonesia berhasil mengembangkan teknologi bioremedial yang bisa berguna untuk mengatasi pencemaran di laut. Teknologi tersebut berupa kultur bakteri yang akan menyerap bahan pencemar.

Teknologi terbaru ini diperkenalkan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad pada acara temu nelayan di Pelabuhan Perikanan Samudra Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta Utara, Rabu (18/6/2010).

"Saya kaget Indonesia bisa buat ini. Teknologi ini adalah hasil karya anak bangsa dan pertama di dunia. Kalau berhasil, saya akan sebar bakteri ini pertama kali di daerah Timor karena di sana sedang tercemar lautnya," ujar Fadel.

Selain diterapkan di laut, teknologi bioremedial juga dapat diterapkan di daerah genangan lumpur Lapindo. Bakteri-bakteri yang dibudidayakan bisa memisahkan lumpur dan air sehingga dapat menjernihkan dan menteralkan genengan lumpur tersebut.

"Mikroorganisme ini saat makan minyak menghasilkan semacam liur, nah liur ini yang bisa digunakan untuk menyerap lumpur seperti lumpur di Lapindo," ujar Edison Effendi, salah seorang peneliti bioteknologi dan teknik lingkungan. Setelah lumpur terserap, daerah bekas genangan lumpur dapat ditebar benih ikan.

Teknologi ini sudah dikembangkan sejak tahun 1998 oleh tim dari ITB yang bekerja sama dengan Balai Penelitian Kementrian Kelautan dan Perikanan. Bioremedial terdiri dari 100 macam bakteri dan mikroorganisme yang berbentuk seperti serbuk gergaji yang disebar untuk menyerap limbah minyak yang ada di permukaan laut. Dengan sendirinya laut yang tercemar akan bersih. Setelah menyerap ampas minyak, mikroorganisme ini bisa digunakan sebagai makanan ikan laut dan udang. Proses dari ditaburkan hingga menyerap minyak dengan sempurna memakan waktu kurang lebih 1 minggu.

Ada sejumlah keuntungan efisiensi biaya / untuk bioremediasi, yang dapat digunakan di daerah-daerah yang tidak dapat diakses tanpa penggalian . For example, hydrocarbon spills (specifically, petrol spills) or certain chlorinated solvents may contaminate groundwater , and introducing the appropriate electron acceptor or electron donor amendment, as appropriate, may significantly reduce contaminant concentrations after a long time allowing for acclimation. Sebagai contoh, hidrokarbon tumpahan (khusus, bensin tumpahan) atau pelarut diklorinasi tertentu dapat mencemari air tanah , dan memperkenalkan akseptor elektron sesuai atau donor elektron perubahan sebagaimana mestinya, secara signifikan dapat mengurangi kontaminan konsentrasi setelah waktu yang lama memungkinkan untuk aklimatisasi. This is typically much less expensive than excavation followed by disposal elsewhere, incineration or other ex situ treatment strategies, and reduces or eliminates the need for "pump and treat", a common practice at sites where hydrocarbons have contaminated clean groundwater. Hal ini biasanya jauh lebih murah dari penggalian diikuti oleh pembuangan di tempat lain, insinerasi atau perlakuan ex situ strategi lain, dan mengurangi atau menghilangkan kebutuhan untuk "pompa dan memperlakukan", sebuah praktek umum di situs mana hidrokarbon telah mengotori air tanah bersih.

Bioremedial terdiri dari 100 macam bakteri dan mikroorganisme yang berbentuk seperti serbuk gergaji. Serbuk ini kemudian ditabur pada media yang tercemar. Pada kasus tumpahan minyak di laut. Proses menaburkan hingga menyerap tumpahan minyak dengan sempurna kurang lebih 1 minggu.

Ketika teknologi bioremedial tersebut, menyerap minyak. Bakteri dan Mikroorganisme yang ada akan menghasilkan semacam liur. Liur ini dapat dimanfaatkan untuk memisahkan air dan lumpur, kata Edison Effendi, salah seorang peneliti bioteknologi dan teknik lingkungan. Atau untuk menjernihkan air.

Sehingga, fungsi calcium carbonat (CaCo3)dalam pengelolaan air bersih dapat digantikan oleh teknologi bioremedial agar lebih aman untuk dikonsumsi. Uniknya, setelah digunakan untuk menyerap tumpahan minyak di laut. Serbuk ini dapat digunakan untuk pakan ikan laut dan udang.


Dosen Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB, Dwi Andreas Santoso. Mampu menetralkan air asam tambang, membersihkan limbah minyak bumi, atau limbah yang mengandung merkuri dan fenol. Melalui teknologi baru untuk memulihkan lingkungan yang tercemar,bioremediasi.

Air Asam Tambang (AAT) adalah istilah umum yang digunakan untuk menyebutkan lindian, rembesan atau aliran yang telah dipengaruhi oleh oksidasi alamiah mineral sulfida yang terkandung dalam batuan yang terpapar selama penambangan.

Untuk menganggulangi air asam tambang ini biasanya menggunakan active dan passive treatment, yang masing-masing memiliki metode-metode sendiri. Salah satunya teknologi bioremediasi.

Dengan teknologi remediasi. Biaya bisa dihemat antara 25%-50% dibanding teknologi bioremediasi lainnya. Khusus untuk detoksifikasi merkuri, teknologi yang ditemukan Andreas mampu menurunkan merkuri dalam limbah hingga 98,5% dalam waktu 30 menit. “Teknologi ini sudah teruji keefektifannya dan sudah didaftarkan IPB untuk memperoleh paten,” kata Andreas.

Secara teknis, limbah minyak bumi bisa dibersihkan menggunakan bakteri Bacillus sp. ICBB 7859. Sementara limbah merkuri bisa menggunakan Pseudomonas pseudomallei ICBB 1512. Sedangkan fenol menggunakan khamir Candida sp. ICBB 1167 dan Pseudomonas sp kata Andreas.

Dalam bidang pertanian. Teknologi ini pernah diujicobakan di Lembang. Pada daerah persawahan yang tercemar oleh limbah pabrik tekstil yang mengandung kadmium. Unsur beracun terberat kedua setelah merkuri. Setelah dibioremediasi dilakukan. Dalam hitungan minggu, persawahan pun kembali dapat ditanami padi. “Pada daerah tercemar, agar lingkungan kembali pulih, bisa menggunakan bakteri Desulfotomaculum orientis ICBB 1204,” imbuh Andreas.



sumber :http://www.kaskus.us/showthread.php?t=5045429

Tidak ada komentar:

Posting Komentar